Landasan Prinsipal Perbankan Syariah

Munculnya perbankan syariah sebagai respons terhadap kebutuhan umat Islam untuk menjalankan aktivitas ekonomi sesuai syariat. Gerakan untuk mengembalikan sistem Islam dalam kehidupan ekonomi di negara-negara Islam mendorong lahirnya pendekatan perbankan yang mematuhi aturan-aturan Islam.

Pada awalnya, gerakan ini terlihat pada pengelolaan dana jemaah haji secara non-konvensional, di Pakistan dan Malaysia, pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian, pada tahun 1963, berdiri Bank Syariah pertama, Islamic Rural Bank, di desa Mid-Ghamr, Kairo, Mesir. Ini dianggap sebagai cikal bakal perbankan syariah. Meskipun nama bank Islam atau syariah belum digunakan, prinsip-prinsip keuangan dan muamalat Islam sudah mulai diterapkan.

Al-Barakah International, bank Islam pertama di United Kingdom, yang berdiri pada tahun 1982, menjadi langkah awal bagi dunia internasional dalam perkembangan lembaga keuangan syariah. Di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan pada tahun 1991 berkat inisiatif Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Perbankan syariah di Indonesia, seperti perbankan syariah di negara lain, didorong oleh keinginan untuk memisahkan diri dari praktik riba yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Perbankan syariah berbasis pada akad-akad yang sesuai dengan syariat Islam, seperti mudharabah, wadi'ah, musyarakah, dan jual beli. Akad-akad ini mengutamakan kerja sama dan berbagi keuntungan (profit and loss sharing) antara bank dan nasabah, menghindari praktik riba yang merupakan bunga di perbankan konvensional.

Perbedaan prinsip ini tercermin dalam pengelolaan dana. Perbankan konvensional, tidak memperhitungkan untung rugi bisnis yang dibiayai, sementara perbankan syariah mengutamakan keadilan dan transparansi dalam berbagi untung dan rugi usaha, mengikat para pihak dengan akad yang disepakati bersama. Ini termasuk dalam hal pendanaan (funding) dan penyaluran dana (financing) yang dilakukan berdasarkan akad-akad yang spesifik dan terikat pada prinsip-prinsip Islam.

Praktik perbankan syariah harus berfokus pada kehalalan dalam seluruh aktivitas dan transaksi. Perbankan syariah tidak hanya berorientasi pada profitabilitas semata tetapi juga hubungan bank dengan nasabah yang dibangun atas dasar kemitraan, saling tolong-menolong, dan amanah. Selain itu pentingnya pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam memastikan kepatuhan pada prinsip-prinsip syariat.

Kesimpulannya, perbedaan paling mendasar dengan perbankan konvensional terletak pada pendekatan nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam setiap proses perbankan, memastikan keadilan, transparansi, dan kehalalan dalam seluruh aktivitas keuangan. Meskipun perbankan syariah telah mengalami perkembangan, masih diperlukan kajian lebih lanjut, evaluasi, dan kritik atas penerapan praktis akad-akad syariat untuk meningkatkan kesesuaian dengan prinsip syariah.

Selengkapnya bisa disimak di video berikut:


Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Math Captcha
67 − = 65